Tidak semuaa penyakit itu harus sembuh, barangkali dengan sakitnya jasad itu menghalang kita dari bermaksiat kepada ar Rahmaan. Barangkali dengan lemahnya jiwa itu membuat kita lebih khusyuk dan ingin berlama-lama dalam sujud menyembahNya..
Barangkali dengan lemahnya jasad itu kita menyadari bahwa seongok daging itu adalah bangkai-bangkai tidak berharga jika tidak disertai jiwa yang sehat. Lalu kita mulai bertanya, ‘apakabar…
“Apa kabarmu wahai hati.. kenapa engkau diam. Apakah engkau masih hidup atau sudah mati?”
Ketahuilah saudaraku, bahwasannya definisi sehat wal afiat menurut para ulama salih adalah ketika kita mampu menahan diri dari maksiat dalam 24 jam dikesehatian kita. Tidak peduli jasad itu remuk atau tercabik…
Ketahuilah wahai muslimah…
Bahwasannya kebahagiaan itu ada didalam dada, tak ada seorangpun bisa mencurinya kecuali syaitan-syaitan durjana yang membisiki. Jika qalbu itu engkau isi dengan alunan qur’an dan dzikir mengingatNya maka sungguh tak ada ruang untuk prasangka.
Ayuhal insan…
Mari lanjutkan kesabaran dalam ketaatan karena syaitan-syaitan itu pun bersabar dalam kemaksiatan mereka.
Jika mereka mampu bersabar dalam kemaksiatan, lalu kenapa kita tidak mau menahan kesabaran dalam ketaatan. Bukankah bersabar didunia ini lebih baik..?
Sungguh bersabar di dunia ini lebih sebentar daripada harus bersabar di neraka yang tidak kenal siang dan malam.
Salah satu misi dari balatentara musibah itu adalah untuk melembutkan dan menundukan jiwa kita, agar ia belajar tunduk dan sujud dengan benar!!!
Agar ia paham bahwa kita ini bukan pe duduk asli bumi, kita ini adalah musafir yang nanti akan kembali ke kampung halaman. Kita ini mahluk asing di bumi ini, dan rumah kita yang sebenarnya adalah syurga.
Mari kita lanjutkan explorasi amal kita agar properties kita disyurga semakin banyak. Biarkanlah seluruh fitnah-fitnah itu menjadi cemilan renyah yang kita lebur bersama secangkir teh dipagi hari.
Lalu kita tertawa dan maafkan mereka sebagai bentuk kemenangan kita di dunia dan akhirat kelak. Tobe a winner, here or hereafter!
Salam Bahagia,
Nuruddin Al Indunissy