A’udzubikalimatillahit tammati minsyarrimaakholak..
Makna awal kata “bisikan” adalah gerakan atau suara yang tersembunyi dan tidak dirasakan. Dalam hal ini, “bisikan syaitan” adalah awal mula dari sebuah keinginan. Karena, pada dasarnya semua hati manusia itu kosong dari segala kejahatan dan kemaksiyatan atau kita menyebutnya dalam kondisi fitrah. Namun kemudian syaitan menggoda dan mengisinya dengan bisikan-bisikan, menghadirkan bayangan, menggambarkan, mengangankan dan menancapkannya dalam diri manusia hingga menjadi syahwat.
Allahuakbar!!
Demikian keterangan Ibn Qayyim Al Jauziyyah dalam At-Tafsir Al-Qayyim [hal 60] yang teringkas dalam muqadimah diatas.
Dari sini tergambar jelas bagaimana kedahsyatan dan kegigihan iblis dan balatentaranya [dari kaum jin, syaitan dan Manusia yang ingkar] dalam mensukseskan marketing neraka dan berupaya keras untuk menggagalkan dagangan Allah yang berupa syurga.
Hingga saat ini, sebagian banyak orang masih saja tidak peka dalam hal ini. Bahkan tidak mempercayai keberadaan mahluk ghaib [jin] yang bisa menguasai atau mengganggu manusia hanya karena mengimani satu hadits dari perspective yang salah. Katakanlah tentang sebuah hadits sahih yang mengatakan bahwa syaitan itu ada dalam aliran darah. Bagaimanakah bisa dimusnahkan dengan ruqiyyah [syari’ah] ?
Syaitan, kata ibnu Jauzi, menggoda manusia sesuai dengan kondisi yang memungkinkannya untuk bisa menggoda. Godaan mereka bisa semakin kuat dan lemah tergantung kesadaran dan kelalaian manusia yang digodanya, juga kebodohan dan ilmu mereka.
Saya pernah ditanya dengan kasar;
“Bagaimanakah mungkin kamu membacakan Fatihah atau Syahadat kepada seseorang yang terindikasi gangguan jin kemudian ia muntah-muntah dan berteriak? Bagaimanakah dengan shalat dia, bukankah dalam proses wudhu-shalat hingga selesai dalam shalat ia itu ada bacaan-bacaan demikian?”
Jawaban saya sederhana;
“Al Fatihah yang mana dulu?”
“Bukankah ada tingkat keyakinan dan pemahaman serta penghayatan yang berbeda dalam setiap lafadz yang manusia baca?” Saya balik bertanya, dan ia diam.
LALU SEPERTI APAKAH SYAITAN MASUK DAN MENGENDALIKAN MANUSIA?
APAKAH MUNGKIN DAN LOGIS?
Saudaraku, dengarkanlah.
Jangan lihat wajahku atau lukisan dari jari-jari lemah ini. Tapi resapilah dan fahamilah agar ia menjadi Ilmu.
Baik, hati itu laksana benteng.
Begitu Ibnu Jauzi kembali menjelaskan.
Pada benteng itu terdapat pagar. Pagar itu punya beberapa pintu yang didalamnya ada beberapa jendela dan penghuninya adalah akal. Para malaikat senantiasa bolak-balik abtara benteng dan sisi luarnya yang dijadikan markas oleh hawa nafsu dan syaitan!
Pertempuran antara penghuni benteng itupun tidak terelakan, syaitan selalu mengitari benteng itu demi mencari kelalaian sang penjaga. Ia selalu berusaha menembus celah-celah yang ada. Maka sudah sepantasnyalah jika benteng ini lemah, maka seisi istana itu bak istana tanpa pagar. Siapapun masuk, menginap sesuka hati, merusak, bahkan menawan penghuninya lalu mengendalikan semuanya?
Saudaraku,
Bukankah hati itu adalah raja dan tubuh itu balatentaranya?
Jika hati itu dikuasai sesuatu – katakanlah syaitan, jin atau sebangsanya- bukankah tubuh yang hanya balatentara ini akan ikut perintahnya?
Benar, tubuh akan melakukan apapun yang diperintahkan otak. Dan dari sinilah tubuh disiksa oleh syaitan yang bertenger gagah dalam hati tersebut. Disiksa dengan siksaan-kebiadaban mereka yang kejam! Bahkan ini akan menjadi ajang kebangkrutan dunia akhirat ketika Jin itu bersekutu dengan tukang-tukang sihir yang ruhnya tidak diterima akhirat.
Kembali ke hati.
Seperti kita tahu, sang balatentara akan menderita jika raja-nya dzalim bukan?! Benar, tubuh yang menjadi pasukan ini akan menderita karena hati itu telah dirusak sistem kerjanya, kepekaannya, dan tertutupnya cahaya Iman dengan awan hitam.
Dengarkanlah saudaraku dikalangan salafi dan semua pihak yang mengingkari keberadaan ruqiyyah syari’yah yang atas izin Allah bisa menyembuhkan kesurupan dan berbagai penyakit non-medis yang ditimbulkan Jin-jin kuffar laknatullah alaiyh..
Semoga cahaya hidayah-Nya bersamamu, saudaraku.
Iman adalah cahaya yang menerangi setelah logika tidak sanggup mencapainya.
Salam Tauhid.
Nuruddin Al Indunissy
BANDUNG 2012