Al Qur’an Al Kareem itu lebih agung daripada sekedar kata penyembuhan, apalagi penyembuhan alternatif yang saat ini di tuduhkan kepadanya dengan embel-embel ruqyah syar’iyyah atau cukup ramah dihati muslimin-muslimah dengan kata ruqyah.
Al Qur’an al Kareem, tidak hanya mengobati atau menyembuhkan penyakit medis atau nonmedis, fisik atau psikis bahkan kedudukannya lebih tinggi dari do’a. Al Qur’an adalah mukzizat yang tidak berfungsi sebagai penyembuh namun juga mengubah kehidupan seseorang, tidak hanya sekedar mengikis pengaruh dan memusnahkan syaitan yang kecil dan hina dihadapan Allah dan manusia itu sendiri.
Namun, banyak sahabat-sahabat muslim — yang dirahmati Allah dan saat ini nyaman dalam naungan-Nya setelah menemukan kehidupan baru dalam jalanan sunnah ini — masih saja mendapati gangguan sihir dan jin yang seakan tidak mungkin dimusnahkan.
Baiklah, saya berharap anggukan antum adalah sebuah sinyal kerjasama untuk melahap habis tulisan ini hingga akhir. Jangan biarkan syaitan di ubun-ubun antum mengalihkan fokus kepada yang lainya. Ketahuilah…
Ketahuilah bahwasannya Rasulullah ﷺ telah menanamkan harapan yang pasti bagi semua hamba Allah yang beriman. Kabar yang sahih dari yang kekasih..
Adalah Abu Hurairah radliallahu ‘anhu yang mengabarkan dari Nabi ﷺ, bahwasanyya beliau bersabda:
مَا أَنْزَلَ اللَّهُ دَاءً إِلَّا أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً
“Allah tidak akan menurunkan penyakit melainkan menurunkan obatnya juga.” [fusion_builder_container hundred_percent=”yes” overflow=”visible”][fusion_builder_row][fusion_builder_column type=”1_1″ background_position=”left top” background_color=”” border_size=”” border_color=”” border_style=”solid” spacing=”yes” background_image=”” background_repeat=”no-repeat” padding=”” margin_top=”0px” margin_bottom=”0px” class=”” id=”” animation_type=”” animation_speed=”0.3″ animation_direction=”left” hide_on_mobile=”no” center_content=”no” min_height=”none”][Shahih Bukhari 5246]
Juga dari Jabir dari Rasulullah ﷺ, beliau bersabda:
لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ فَإِذَا أُصِيبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بِإِذْنِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
“Setiap penyakit ada obatnya. Apabila obatnya tepat, maka sembuhlah penyakit itu dengan izin Allah ‘azza wajalla.” [Shahih Muslim 4084]
Jika nurani anda berkata bahwa al Qur’an ini adalah obat yang tepat, lalu hal apakah lagi yang menghalangi anda dari kesembuhan?
Setelah dokter memvonis bahwa penyakit anda tidak ada obatnya dan sang kekasih Allah bersabda; “Likulli da’in dawaaaa!” lalu masihkan anda ragu? Ikhwatal iman, baik para sahabat ataupun praktisi Rehab Hati dan Qur’anic Healing Indonesia. Ketahuilah..
Ada lebih dari 20 hal yang menyebabkan ruqyah itu gagal, meskipun pada intinya tidak ada ruqyah yang gagal; hanya saja Allah itu maha tinggi, tentu saja ada proses yang harus dijalani untuk menggapai rahmat-Nya.
10 KESALAHAN PASIEN
1. Pasien tidak mau diruqyah.
Ketika hati pasien masih ragu atau menolak, maka disana ada krisis keyakinan yang menjadi prisai kuat yang menghijab langit.
Kesalahan lainnya adalah, pasien “hanya ingin diruqyah” bukan ingin sembuh. Akhirnya pasien hanya menunggu waktu ruqyahnya dan tidak mendengarkan isi tausiyyah raqi (peruqyah)-nya. Dia tidak paham mekanisme kesembuhan dengan ruqyah syariyyah.
Karena tidak paham siapa yang menyembuhkan, akhirnya pasien bersafari mencari “peruqyah hebat”. Padahal obat terhebat ada didalam dadanya.
Pasien tidak paham makna kesembuhan yang sebenarnya. Kebanyakan pasien mengharapkan kesembuhan jasadi saja tanpa melihat qalbu/ruhani yang menjadi sumber sakitnya jasad/jasmani.
Jadi saat diteraphy itu sakit, ia akan fokus kepada sakit yang ditimbulkan syaitan bukan fokus kepada bacaan yang dibacakan untuk teraphy qalbunya.
Kondisi lain adalah, pasien sudah ingin sembuh tapi belum mau berubah. Padahal Allah tidak hanya ingin menyembuhkan hamba-Nya, namun ingin mengubah kehidupan hambaNya. Akhirnya hamba Allah itu hanya mencari kesembuhan dan melakukan perubahan apapun, ia mencari kesembuhan tanpa mencari ridha Allah yang menjadi inti atau sebab kesembuhan utamanya.
2. Pasien masih betah dalam kesyirikan.
Kadang pasien tidak tahu bahwa syirik itu ada tingkatan dan jenisnya, mereka hanya tahu syirkul akbar (syirik besar dan nyata semisal melakukan ritual dan berlindung kepada syaitan dengan kekayaan, kesaktian dll) tanpa tahu syirik lain semisal syirku khofin (syirik ketakutan), syirkul mahabbah (syirik kecintaan), syirkut ta’ah (syirik ketaatan), sampai kepada syirku shagiran (syirik halus/ria) yang membahayakan.
Ini jelas bahaya, ketika misalnya saja ia masih berambisi atau cinta kepada dunia maka ia sudah masuk kedalam lingkup syirkul mahabbah hingga diajak sedekah saja pelit.
3. Tidak Komitment dengan Jemaah, Al Qur’an dan Sunnah.
Pasien tidak istiqamah dalam menapaki jalan sunnah, atau ia masih tertarik dengan gemerlap dunia. Bahkan ia masih bergantung kepada dokter atau selain daripada Qur’an dan Sunnah.
4. Mengeluh dan Berputus Asa dari rahmat Allah azza wa jalla.
Ibnu Qayyim Al Jauziyyah mengatakan, bahwa “Putus asa itu lebih jelek daripada kematian! Jika kematian hanya memisahkan jasad dengan ruh, maka putus asa memisahkan antara ruh kita dengan Allah azza wa jalla”.
Allah SWT berfirman:”Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir”.(Yusuf: 87).
5. Pasien tidak mau memperbaiki kondisi hatinya.
Pasien masih enggan bersilaturahim yang menjadi penyebab terbesar timbulnya kedengkian. Apalagi perbuatan durhaka kepada kedua orang tua dan saudara sendiri. Bahkan Allah mensifati orang yang berbuat durhaka kepada kedua orang tuanya sebagai orang yang jabbaar syaqiy ‘orang yang sombong lagi celaka’.
Tentang hal ini Allah SWT berfirman: “Dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka”. (Maryam: 32).
6. Tidak mau bertaubat dan merasa aman dari dosa.
Taubat adalah menyesal, namun seorang manusia tidak akan pernah bertaubat sehingga ia mengerti kesalahannya sendiri.
Dengan merasa aman dari ancaman Allah, secara tidak langsung kita meremehkan Allah Subhannahu wa Ta’ala, dan selanjutnya kita akan enggan bertaubat dan terus menumpuk dosa. Padahal dengan menjalani kehidupan, hakikatnya kita sedang berjalan menuju kematian. Naudzubillah..
7. Tidak Kenal Musuh Sendiri.
Karena awam, pasien tidak tahu persis siapa musuhnya sendiri. Ia tidak tahu tipu daya iblis dan sejauh mana anarkisme syaitan kepada anak Adam alaiyhi salam.
8. Masih nyaman bersahabat dengan syaitan.
Termasuk dalam hal ini, manusia masih nyaman jadi pecundang syaitan tanpa keinginan bangkit untuk menyerang dan memusuhinya.
9. Tidak kenal dengan Ruqyah Mandiri.
Ini salah satu kesalahan terbesar pasien ruqyah menahun yang tidak kunjung bebas dari sihir, ia menggantungkan dirinya kepada peruqyah lain. Selain merupakan kesyirikan gaya baru, pasien menunjukan kelemahan dan kemalasannya untuk melawan dan menghancurkan pengaruh syaitan dalam dirinya.
Ruqyah Mandiri bisa dilakukan dan ditargetkan untuk menyembuhkan diri sendiri, tentang hal ini saya sudah menulis “Tutorial Ruqyah Syar’iyyah dan 50 Tehnik Self Healing” bisa diakses/dibaca atau di download dan dicetak di www.nai-foundation.com
10. Tidak Memiliki Benteng Ghaib.
Salah satu tugas praktisi ruqyah adalah mengeluarkan jin atau memutus belenggu sihir dalam diri pasien. Adappun kembalinya jin kedalam tubuh pasien setelah keluar adalah tugas pasien.
Kesalahan ke 10 adalah, pasien tidak punya amalan yang akan membentenginya dari syaitan atau ritual sunnah yang akan membentengi hatinya dari bisikan syaitan.
Untuk membangun benteng ghaib, selain menegapkan amalan wajib dan ritual sunnah. Pasien harus mau menghindari dosa-dosa besar yang nenghalangi turunya Rahmat Allah dalam Prosessi penyembuhan dengan Ruqyah Syar’iyyah.
– Menjaga keikhlasan dalam setiap kondisi.
Iblis sudah bersumpah untuk menjerumuskan seluruh manusia, kecuali orang mukhlisin (orang ikhlas). Ikhlas merupakan benteng yang tidak akan pernah bisa ditembus iblis.Coba lihat kembali surah al Hijr ayat 39-40.
– Selalu memohon perlindungan Allah .
Menempatkan Allah dihati sebagai tempat bergantung dan berlindung dimanapun berada.
– Tadabbur Al Qur’an
Menghiasi dan menghidupkan rumah dan jiwaraga kita dengan alQur’an. Setidaknya membaca 10 Ayat Albaqarah (1-4, 255-257, 284-286), al Falaq dan An Naas selepas Maghrib.
– Menghindari zina, riba dan dosa-dosa besar lain.
Mengenai riba, ada 60 tingkatan dosa dalam riba, dan tingkatan terkecil adalah sebanding dengan menyetubuhi ibu sendiri.
Tentang hal ini Allah SWT berfirman: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila”. (Al Baqarah: 275)
– Dhawamul wudhu, membangun Qiyamullail, menjaga pandangan, lisan, perut, kemaluan, tangan dll
– Berdoa ketika keluar rumah, masuk masjid, masuk kamar mandi dan ketika mau tidur.
– Membaca Dzikir “Lailaaha illallahu, wahdahu laa syariikalahu, lahulmulku walahul hamdu, wahua ‘ala kulli saiyiing qadiir” 100 kali selepas subuh.
– Ambil wudhu dan baca Ayat Kursi sebelum tidur.
– Dll.
Selain sederetan kesalahan pasien, berikut ini saya garis bawahi 10 kesalahan praktisi ruqyah syariyyah yang harus diperhatikan:
10 KESALAHAN PRAKTISI
1. Salah Kondisi.
Praktisi tidak memperhatikan kondisi kejiwaan dan qalbu pasien untuk diteraphy. Semisal pasien belum taubatannasuha yang menyebabkan pengaruh syaitannya masih terlalu kuat.
Ingat, “Alqur’an adalah obat yang baik, namun hanya berlaku bagi jiwa yang baik dan qalbu yang hidup”.
2. Salah Fokus.
Praktisi tidak memperhatikan kebutuhan pasien berupa kesembuhan dengan sebab ruqyah syar’iyyah yang dinisbatkan kepadanya namun fokus pada hal lain yang menyebabkan terjadinya fitnah iblis yang lain berupa syahwat dunia yang menipu. Semisal money oriented atau ahwat oriented.
3. Salah Niat.
Praktisi tidak memperhatikan kesuksesan teraphy pada pasien, sehingga yang terjadi adalah menjadikan rumahnya menjadi klinik “Rumah Sakit Jin”, dimana korban jin datang lalu di hantam dengan dentaman ayat-ayat al Qur’an pengusir syaitan.
Syaitan pergi lalu bayar!
Besok syaitan balik lagi, pasien datang lagi. Dan…
Bayar lagi.
4. Menyalahi Sunnah.
Praktisi ruqyah syar’iyyah yang dengki kepada sunnah adalah cikal bakal fitnah terhadap ruqyah dan al Qur’an itu sendiri. Ia tidak menjadikan sunnah sebagai kekuatan..
Padahal sunnah adalah panglima kekuatan dari balatentara Allah!
5. Salah Akidah.
Praktisi yang lemah akidahnya, hidupnya masih bergantung kepada selain Allah, maka ia tidak memiliki kekuatan apa-apa kecuali kekuatan dari kebutuhan yang mengikatnya.
Ia akan mudah ditakuti syaitan!
Misinya duit, bukan effektifitas dakwah tauhid atau mengangkat masyarakat dari lembah kesyirikan. Sehingga saat ruqyah syariyyah ini naik daun, maka hatinya diliputi kekhawatiraan seandainya kliniknya bangkrut. Hatinya yang sakit semakin sakit dan hampir-hampir saja turun kejalanan dan berkata klinik saya paling syar’ie yang lain sihir…
6. Salah Posisi!
Praktisi menempatkan dirinya sebagai dokter, sehingga menyelisihi Rasulullah ﷺ yang telah bersabda; “Anta rafiq, wallahu tabib”; “Kamu itu teman” kata Rasulullah, dan “Allah-lah tabib” atau sang penyembuh.
Praktisi menempatkan dirinya sebagai “Penyembuh”, sehingga ketika pasien tidak sembuh ia malu atau bahkan frustasi. Dan semua pintu kesembuhan benar-benar tertutup yang akhirnya pasien dia lari tidak tentu arah dan menebar fitnah.
Praktisi ruqyah selayaknya menempatkan diri sebagai “Teman Pengobatan” atau “Rafiq ath-Thib” bagi pasien, yang menemani pasien menemui kesembuhan yang haqiqi yaitu kesembuhan dari Allah azza wa jalla, kesembuhan dunia dan akhiratnya.
7. Salah tempat.
Pengkondisian tempat untuk teraphy adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sebab-sebab kesembuhan. Tempat yang panas, tidak segar dan bising tidak baik untuk teraphy. Apalagi jika di tempat tersebut masih ada maksiat dan kesyirikan yang bebas gentayangan.
8. Salah Diagnosa!
Salah diagnosa akan mengakibatkan salah obat atau salah teraphy. Diagnosa, konseling dan tausiyyah harus melebihi porsi ruqyah itu sendiri. Hingga betul-betul diketemukan solusi yang terbaik atau teraphy yang tepat.
9. Salah Target!
Praktisi hanya menargetkan kesembuhan pada jasad, dan lupa melakukan pengobatan qalbu/ruhani yang menjadi penyebab sakitnya jasad. Kesalahan lain praktisi menargetkan teraphy pada penyakit, dan lupa mencari sebab sumber penyakit tersebut.
10. Salah Teknis!
Praktisi tidak mau mengembangkan teknis pengobatannya, ia hanya berpaku pada satu teknis tanpa mau belajar tehnik At Thib An Nabawi lain. Kadang hanya berpaku pada satu guru atau satu referensi tanpa ingin memperluas ilmu pengetahuan baik di dunia digital atau dunia nyata (pengalaman, pendidikan dll)
Demikian semoga menjadi bekal untuk memperbaiki diri, dan jadi bekal mati untuk kita semua. Sampai ketemu di buku Rehab Hati Session 2
Barokallahufiik.
Nuruddin Al Indunissy
[Author & Trainer Rehab Hati Indonesia][/fusion_builder_column][/fusion_builder_row][/fusion_builder_container]