Ayah saya menangis dan menebaskan goloknya tepat di batang pohon pisang dan pepaya yang ada dihalaman rumah depan, setelah itu ia menahan isak dan masuk kerumah. Jantungnya seperti terkoyak, golok itu ia lempar ke dapur dan menancap di lantainya yang masih tanah. Ibu saya seperti biasa diam, ia tidak berani bicara apa-apa kalau ayah sudah marah. Ayah saya pemarah, apalagi ketika haknya diambil orang. Beliau sangat mencintai anaknya, sehingga ia berkali-kali bersumpah; “Jika mata ini perlu dicongkel, maka saya ridho untuk anak saya!”
7 tahun sudah ayah saya mencari obat di gunung, di hutan bahkan hingga dilautan. Dari ustad, ustad dukun dan hingga dukun hitam sekalipun. Saat itu kami sangat jahil, yang kami cari hanyalah kesembuhan tanpa mengerti atau ingin mengerti makna-makna dibalik sakit. Yang kami cari hanyalah uang dan bagaimana mengangkat keluarga dari garis kemiskinan yang mencekik. Belasan atau puluhan tahun ayah saya kerja sebagai buruh tani di kampung, mencangkul, membajak, kuli kebun, buka hutan, kuli panggul, tukang batu hingga kuli bangunan di Jakarta. Beliau tidak segan melakukannya, bahkan bangga jika itu untuk anak dan keluarga yang ia cintai. Apalagi satu-satunya harapan dia, si anak sulung yang diharapkan bisa menyekolahkan adik-adiknya lebih tinggi.
“Akh.. anak yang tidak tahu diri. Ayahnya berharap, ia malah berhenti dari pekerjaan dan memilih bekerja dalam hayalan. Jualan buku? Internet?” begitu barangkali dibenak beliau. Setidaknya itulah yang menghantui saya selama hampir setahun kemudian ketika masa transisi harus saya jalani.
Launching buku dan sejuta rencana mulai ditaburkan kelangit di Sentul 10 June 2012, dan janji-janji ditaburkan. Dan hayalan itu ditelan bumi menjelang Ramadhan tahun itu, dari sekitar 10 ribuan lebih fans rehab hati menurun drastis hingga tinggal beberapa orang saja. Fitnah bertebaran dimana-mana dan saya mulai hijrah ke Bandung, saat itu teman saya hanya dua. Abu Azhar Asykari, dan salah satu hamba Allah yang akhirnya saya tendang juga karena sifatnya yang tidak bisa dinasihati bahkan mencoreng nama Rehab Hati. Dahulu saya sembarang mengambil team, siapa saja yang mau gabung bergabung tanpa melihat akidahnya. Dan jelas, saat itu saya buta dengan dunia jin dan karakteristik mereka. Apalagi ruqyah…
Hanya saja, dalam rangkaian cerita di tahun yang sama sebelum saya benar-benar jatuh saya ikut sebuah pelatihan Ruqyah yang digelar salah satu team Arsyi. Waktu itu pelatihan pertama Quranic Healing Technique, trainernya siapa lagi kalau bukan ust. Perdana Ahmad. Saya kagum melihat penampilan beliau yang gagah, proporsional dan tegas, sehingga syaitan-syaitan diruangan itu gentar ketika beliau memaparkan tentang akidah yang murni dan bebas dari bid’ah. Diruangan itu ada sekitar 30 hingga 40an peserta, diantaranya adalah ust. Syamsul Arifin [fusion_builder_container hundred_percent=”yes” overflow=”visible”][fusion_builder_row][fusion_builder_column type=”1_1″ background_position=”left top” background_color=”” border_size=”” border_color=”” border_style=”solid” spacing=”yes” background_image=”” background_repeat=”no-repeat” padding=”” margin_top=”0px” margin_bottom=”0px” class=”” id=”” animation_type=”” animation_speed=”0.3″ animation_direction=”left” hide_on_mobile=”no” center_content=”no” min_height=”none”][indramayau], ust. Elang [tangerang], ust. Wahyudin [lawan maen praktik saya] kang Nandang Khaerudin dll. Pelatihannya mulai jam 8an dan saya terlambat satu jam karena kesasar, dan berakhir jam 3. Tidak ada ruqyah massal dan saat praktik tidak seheboh sekarang. Bahkan jujur, syaitan membuat saya ngantuk saat pelatihan itu. Namun pulangnya saya mendapatkan presentasi QuranicHealing Versi 1 dan saya bahagia bukan main. Saya bangga bisa bertanya langsung sama ustad tentang Ruqyah Jarak Jauh by Phone yang saat itu dicibir teman-teman saya yang Indigo dan teman yang punya kesaktian. Namun jawaban ust. Perdana menggembirakan…
Bahkan beliau langsung meng-update dalam presentasinya di pelatihan kedua dan menyuruh saya untuk menceritakan kisah “The Miracle Of Tauhid” di Grand Ori Bogor. Waktu itu EO Tunggalnya masih akh Fajri, dari Divisi Humas Arsyi. Dipelatihan kedua ini ust. Adam Amrullah baru hadir, saya ingat beliau beli buku RehabHati dan sempat meruqyah bareng di kawasan bintaro hingga di pelatihan berikutnya di Asrama Haji Jakarta ust. Adam menyampaikan keberhasilan ruqyah mandirinya terhadap istrinya yang kemudian mengandung setelah 10 tahun pernikahan.
Selepas pelatihan itu RehabHati dan QuranicHealing bergabung menjadi RHQH, saya dan ust. Perdana diundang ust. Ichwan El Jufri di Makassar dan mulailah banyak undangan. Termasuk dari Aceh, saat itu ust. Tumin An Nuami mengundang namun ada sedikit masalah hingga cancel. Namun tidak berhenti disana, saya yang saat itu hijrah ke Bandung mulai membuka Pelatihan Ruqyah Gratis Pertama di Indonesia. Sederhana memang, ruangan kelas tempat saya mengajar yang disulap jadi mushola karena sekolah kebanjiran + infocus pinjam dan layar juga pinjam. Jadi saya adalah EO, panitia sekaligus pemateri. Saat itu saya dibantu pa Syam Ibn Rasyid dan acara dimulai jam 6 pagi hingga jam 3 sore. Peserta yang saya ingat adalah kang Ami yang saat itu masih setengah ragu, kang Dadang Sulaiman, mas Tri dari sumedang, kang Andi dari bandung dan mas Toro dari bogor. Selebihnya saya lupa, pa Ikhna Bahtera saat itu belum mau diruqyah dan beliau lebih senang jadi backsounder saat saya ada event. Kadang-kadang tidur bareung diruangan kelas dan mengonsep RehabHati hingga lahirlah visi “1 Hati Satu Visi Menuju Generasi Mudah Indonesia Bertauhid 2020” dikemudian hari dan saya mulai terjun kedunia trainer atas bimbingan beliau yang mantan Trainer ESQ. Saat itu Abu Azhar belum yakin dengan ruqyah, namun beliau tetap mendampingi.
Singkat cerita besarlah RHQH ini hingga ke Palembang disana ada Abi Ancha, di Purwokerto ada pa Aris Subandi, di Bandung ada kang Edi Suranto, Medan ada Akh Ahmad Syafi’i, di Batam ada mas Yanto Suryanto, di Lampung ada Pa Adi Jauhari, di Martapura ada ust. Syarif, ust. Supriono dll. Di tahun yang sama ARSYI dibentuk dengan ketua ust. Fadhlan Abu Yasir LC dan penasihat ust. Arifin Ilham.
Ditahun itu juga fitnah kedua berhembus…
Tentu saja, ini kisah berasal dari kacamata saya. Dan seluruh saksi dan nama-nama masih hidup dan ada hingga detik ini. Saat itu teman ust. Perdana masih beberapa ratus saja dan teman saya sudah ribuan, saya ingat ust. Perdana suka nitip Iklan di Page NAI dan saya loncat-loncat senang kalau tulisan saya di muat di blog QuranicHealing saat itu. Disaat yang sama ada keguncangan antara RHQH dan ARSYI, hingga saya bergerak berdua dengan ust. Perdana menghimpun kekuatan. Saat itu kami kian narsis, setiap pelatihan pasti Foto bareng dan di Upload demi menebarluaskan gaung “Pelatihan Ruqyah” di Facebook yang saat itu dicela. Musuh dimana-mana masih terlihat berceloteh di facebook.
Akh ingin kembali ke masa itu..
Kembali ke rumah, saat itu ayah saya hadir di Pelatihan RHQH ke 6 di Mesjid Raya Bandung. Saat itu presentasi saya masih pakai musik dan hanya satu atau 2 jam, selebihnya ust. Perdana. Saya masih benci celana cingkrang, masih senang bergelimang dengan hal-hal syubhat. Namun disana ayah saya melihat sesuatu, dia baru tahu bahwa anaknya ini penulis buku bukan tukang jualan buku yang selama ia kira.
“Anaknya sudah didengar orang sekarang” barang kali begitu isyarat yang saya dapat dari beliau. Tapi beliau tidak mau diruqyah, meskipun sedikit banyak dapat ilmu ruqyah dari ust. Perdana dan anaknya sendiri setidaknya tahu arah kehidupan si anak harapannya.
Hingga suatu ketika, sepulang dari Lampung jam 11 malam. Saya turun dari angkot yang membawa saya dari terminal kampung rambutan, saat itu saya dari Medan dan langsung menuju RumahRehab Cilengsi. Abu sedang dirumah, dan saya tiduran melepas lelah. Dan hape berbunyi, ternyata ira telephone..
“A. Bapa sudah tiga hari sakit dan hari ini tidak bangun-bangun. Bapa sudah di ngaji-in, dan wasiat!”
“Wasiatnya apa ir?” Jawab saya, tentu saja sambil kaget.
“Wasiatnya, jangan kasih tau aa kalau bapa sakit. Takut diruqyah, katanya”. Jawab anak usia belasan itu tanpa beban.
Ayah saya selain memiliki penyakit yang tempramental, beliau juga rutin setiap 1 atau 2 bulan sekali. Sakitnya aneh, sakit perut seakan ada bola yang melingkar. Ia merasakan seakan ada ular. Dan sakit itu baru akan berhenti setelah seharian beliau guling-guling, dipijat sampai akhirnya kadang di injak pakai kaki karena perutnya keras.
Tanpa berfikir panjang saya suruh si kecil ira untuk mendekatkan HP ke telinga ayah, dan langsung membantai jin dalam tubuhnya dengan ayat-ayat yang saya hujamkan lewat gelombang telephone. Saat itu, Allah beri kemudahan. Syaitan dalam tubuhnya keluar dan minta ampun, salah satu dari mereka bicara dalam bahasa sunda dan ayah saya muntah hebat.
Sejak saat itu ayah saya berubah, ia mulai lembut dan potong kumis. Sejak lama saya nasihatkan bahwa kumis panjang itu menyerupai yahudi dan nasrani, tapi beliau bilang itu keren. “Ini gaya remaja 70 an, rambut panjang kumis panjang” Katanya kalau diingatkan. Ia benar-benar melembut mulai saat itu, buang rokok dan mulai melirik baju yang sunnah. Ia mulai baca buku RehabHati, menonton video-video DVD ruqyah saya di kediri, DVD ruqyah sukabumi, hingga menonton acara saya di wesal TV hingga tahunpun bergulir.
Puncaknya Idul Fitri 2014 saya pulang kerumah, kesibukan saya mulai luarbiasa di dunia Ruqyah. Saat itu kiprah RehabHati sudah sampai Indonesia paling timur (boven diegol – Merauke) dan tembus ke Hongkong, Singapur dan Malaysia. Suatu ketika, saya pulang dan tidak sengaja menunjukan video ruqyah di Pasaman Barat kepda saudara sepupu dan menjelaskan bahwa laki-laki yang diruqyah itu mantan pemilik ilmu hitam.
Ayah saya terkejut dengan video tersebut, dan ia menangis. Ternyata beliau memiliki lebih dari 7 ilmu kanuragan termasuk ilmu-ilmu jampe buhun menaklukan ular, belut putih, puasa mutih, pati geni, rawe rontek dll. Saya pun tersentak, bukankah ilmu seperti itu menurun atau setidaknya berimbas kepada keluarga terutama anaknya?
Ibu saya sudah belasan tahun migrain, ira sering nangis dimalam hari saat kecil, saya 15 tahun sakit paru-batuk dan eksim, ari pernah di vonis paru basah dan muntah darah serta berujung kekacauan dijiwanya padahal dia tidak pernah belajar ilmu apapun. Disanalah ayah tersungkur, menyesali seluruh praksangkanya kepada tukang sihir yang ia duga dan geram kepada dukun yang telah menipu dan mengadu domba.
Dari sana beliau mulai hijrah total, dari pakaian, cara bicara, pola fikir, pola ibadah, akidah, membersihkan rumah dari photo, mengganti stasiun televisi, mulai menonton seluruh video ruqyah anaknya, dan lebih intensif dan sabar dalam meruqyah ari.
Disini saya mendapat jawaban tentang sebuah pertanyaan; “Kenapa saya tidak berdaya ‘memegang’ adik saya ini, seakan ada tembok baja yang mendinding bibir saya dengan dadanya. Kenapa setiap saat, sekuat tenaga saya ajak adik saya tercinta ini untuk gabung di RehabHati malah ia lari dan ujungnya pasti pulang kerumah. Yang difikirannya hanya rumah dan bapa. Kenapa ia selalu menyerang dan menyiksa bathinya. Sehingga usia dan kehidupan beliau terkoyak?”
Ada banyak kesimpulan dan hikmah dibalik seluruh peristiwa dan setiap detiles yang saya lalui. Sesungguhnya mudah saja bagi Allah jika ingin mengabulkan do’a seorang muslim siang ataupun malam. Namun, setelah do’a itu dikabul adakah jaminan hidupnya selamat dari maksiat? Adakah hal yang bisa menghentikannya dari asap rokok? Adakah nasihat terlembut agar ia hijrah ke sunnah secara kaffah?
Dan Allah memiliki cara yang indah untuk mengubahnya.
Ayah, semoga Allah menjaganya. Beliau seorang yang rajin shalat siang dan malam, terlihat dari bekas dzikir di mata kakinya. Ia seorang bilal di mesjid, yang setiap tahun menangis bergetar sambil memegang tongkat saat mengantar imam naik mimbar. Ia baca qur’an, bahkan yasin pun ia hafal diluar kepala. Namun, ada sisi yang harus beliau perbaiki berbagai sisi kesyirikan yang beliau tidak sadari, setelah sembuh dari syirik yang besar masih ada syirik kecil yang tersembunyi; “syirkul mahabbah” beliau sangat mencintai dunia sebelum mengenal dunia ruqyah secara mendalam. Bahkan hingga usianya yang mulai senja. Beliau tidak tahu bahwa ilmu hitam itu berisi kekuatan jahat dari syaitan yang akan mengoyak kehidupan dan keluarganya. Beliau tidak faham bahwa khodam itu pembantu dikalangan syaitan yang jahat. Beliau jahil sebelum cahaya hidayah dan sunnah menyentuhnya…
Beliau mencintai dunia hingga hampir keseluruhan hidupnya diperbudak dunia, Alhamdulillah sekarang Allah bangunkan dia. Beliau mencintai anaknya, hingga Allah uji dengan anak tersebut. Karena anak adalah bagian daripada tipuan dunia yang indah. Allah uji dengan syaitan yang membisiki keresahan disepanjang kehidupannya sehingga dengan keresahan itu ia senantiasa berdo’a dan mencari jalan untuk berubah dan akhirnya menemukan cahaya di usia senjanya.
Beliau saat ini menjadi pribadi yang penyabar, bahkan jauuh lebih sabar dan bijak dari anaknya yang masih tetap keras kepala dan jahil ini.
Adikku belum sembuh, namun sungguh ayah telah berubah. Inilah hikmahnya.. indah, ketika melihat rahmat-Nya bertebaran diangkasa. Dahulu anakmu pernah menangis dan berdo’a ditengah-tengah kecamuk tawaf, didepan pintu multazam; “Ya Rabb, berikanlah aku petunjuk satu diantara manhaj yang bertebaran di bumi Mu ini. Ya Rabb, kuatkan bahuku untuk membawa ayah dan ibuku ke masjid ini. Ke tanah haram ini. Ya Rabb, berikanlah kebahagiaan kepada ayah dan ibuku di dunia dan akhirat”. Dan sepertinya, satu-persatu do’a sederhana itu dikabulkan Allah dengan cara-Nya yang indah.
Adik saya belum sembuh, hingga detik ini jiwanya masih dalam penjara. Dan saat ini atau bahkan seterusnya ayah saya menjadi macan garang yang menjaga dan mencegahnya dari segala mara bahaya, disampingnya.
Adikku belum sembuh, namun lihatlah tubuhnya yang gemuk dan kekar?
Ia belum menikah, barangkali tidak ada wanita yang menghargainya bahkan ia kehilangan 9 tahun masa emasnya. Dan ini bukan kesalahan atau dosanya, bukan juga aib. Barangkali bidadari sedang menanti diantara helaan nafasnya di menit-jam-hari-hari atau tahun, dimana ia sadar dan lalu terbaring di kamarnya.
Adikku belum sembuh, namun setidaknya kaum mukminin mengetahui bahwa syaitan itu tidak hanya menimbulkan kerugian dalam bentuk sakitnya jasad, namun juga kehancuran diberbagai aspek kehidupan. Bahkan misi musuh-musuh Allah itu adalah kesengsaraan yang abadi. Dan dendam itu tidak terbayar dengan pembunuhan satu nyawa, melainkan seluruh keturuan cucu Adam. Tidak hanya kesengsaraan dunia namun kesengsaraan dan tangisan abadi di akhirat. Sekali lagi kesurupan syaitan itu bukan aib! Namun ia adalah rahmat bagi mahluk yang berfikir, sehingga ia bisa melihat musuh yang nyata. Disana kita diperlihatkan tentang betapa jahat dan kejamnya mereka.
Adikku belum sembuh, dan ini bukan beban namun cambuk keras dan rantai yang akan menjerat leher ini dari kecongkakan saat syaitan-syaitan itu mulai bergemuruh dan menguasai nafsu di ubun-ubun.
Hikmah terakhir, dan ini yang paling penting adalah tentang prasangka.
Bayangkan, betapa dosanya prasangka yang terus bekerja mengotori jiwa kita dan kita hantamkan kepada seseorang secara terus-menerus. Katakanlah kami yang mengira tetangga kami sebagai tukang santet yang padahal [misalnya saja] sakit ini disebabkan oleh Jin keturunan dari pihak ayah atau ibu. Lalu jin dukun dan jin keturunan ini bekerjasama untuk saling menguatkan dan memudahkan dengan fitnah yang keji. Naudzubillah..
“Jika dalam qalbu itu bergema dzikir dan mengalun nyanian al Qur’an, maka apakah masih ada ruang untuk prasangka?”
“Sampai Bertemu di Pertempuran Berikutnya!”
[/fusion_builder_column][/fusion_builder_row][/fusion_builder_container]