Dunia ibaratnya sebuah desa, dan orang mukmin adalah kepalanya. Semua makhluk berkhidmat kepadanya dan diciptakan untuk memenuhi kebutuhannya. Para malaikat yang memikul Arasy Tuhan, dan makhluk-makhluk lain yang ada di sekitarnya beristighfar untuk manusia. Para malaikat yang dipercayakan untuk menjadi pengawalnya selalu menjaga. Mereka ditugaskan untuk menangani hujan dan tanaman, juga mengolah serta memproses rezekinya.
Garis orbit tunduk dan beredar sesuai dengan maslahat manusia.
Matahari, bulan, dan bintang beredar sehingga menimbulkan perhitungan waktu dan perbedaan jenis bahan-bahan makanan. Angkasa dengan angin, udara, mendung, burung-burungnya, dan segala yang ada padanya tunduk untuk kepentingan manusia. Begitu pula segala yang terkandung di bumi, gunung-gunung, lautan, sungai, pepohonan, buah-buah, hewan, dan segala yang ada di bumi diciptakari untuk maslahatnya.
Dia berfirman,
“Allahlah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal berlayar padanya dengan seizin-Nya, dan supaya kamu dapat mencari sebagian karunia-Nya dan mudah-mudahan kamu bersyukur. Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berpikir.” (al-Jaatsiyah: 12-13)
Subhanallah..
Sahabat, merenungkan hikmahNya adalah salah satu amaliah hati yang pahalanya murni tidak tercemari riya. Membuat hati kita basah dan mendekat kepada Nya. Pernahkah terlintas difikiran kita sebuah hikmah dari tangisan, rasa malu, sifat pelupa, sakit dan kehebatan indra indra di tubuh kita?
HIKMAH MALU
Kalau bukan karena akhlak ini, seseorang tidak melayani tamu dengan ramah, tidak menepati janji, tidak menunaikan amanah, tidak membantu orang lain, tidak memilih perbuatan baik dan menghindari yang buruk, tidak menutupi aib orang lain, dan tidak enggan berlaku keji.
Banyak orang yang—kalau bukan karena malu— tidak menunaikan satu pun kewajibannya, tidak memberikan hak makhluk, tidak menyambung tali rahimnya, tidak berbakti kepada orang tua. Karena, stimulus perbuatan-perbuatan ini mungkin agamis (yaitu mengharapkan pahala), atau duniawi (yaitu rasa malunya terhadap makhluk). Jadi, telah jelas bahwa kalau bukan karena malu, baik terhadap sang Khalik maupun makhluk, tentu orang tersebut tidak menjalankan kewajibannya.
Dalam Sunan Tirmidzi dan yang lain disebutkan hadits dari Nabi saw., “Malulah kepada Allah sebenar-benarnya!” Mereka bertanya, “Bagaimana benar-benar malu itu?” Beliau menjawab, “Kamu menjaga kepala dan pikiran, perut dan apa yang ditampungnya, dan kamu ingat kubur dan bencana.”
Beliau juga bersabda,
“Jika kamu tidak malu, berbuatlah sesukamu!”(HR Bukhari)
HIKMAH LUPA
Perhatikan hikmah Allah SWT dalam ingat dan lupa yang menjadi ciri khas manusia! Perhatikan pula hikmah dan maslahatnya bagi hamba. Kalau bukan karena kekuatan (potensi) hafalan yang khusus dikaruniakan kepadanya, tentu dia mengalami kekacauan dalam segala urusannya. Dia tidak tahu apa yang menguntungkan dan membahayakannya, apa yang seharusnya dia ambil dan apa yang dia berikan, apa yang dia dengar dan lihat, apa yang dia katakan dan apa yang dikatakan orang kepadanya.
Dia tidak ingat orang yang berbuat baik dan yang berbuat jahat kepadanya, orang yang memberinya pertolongan sehingga didekatinya dan orang yang menyakitinya sehingga dijauhi. Dia tidak tahu jalan yang pernah dia lalui sebelumnya meski dia telah melewatinya berulang kali. Dia tidak mengetahui satu ilmu pun meski dia pelajari seumur hidup. Dia tidak mengambil faedah dari suatu pengalaman. Dia tidak dapat memetik pelajaran dari kejadian yang telah lalu. Bahkan, dia pantas untuk tidak disebut manusia. Perhatikan betapa besar manfaatnya untukmu! Satu saja sangat penting, apalagi faedah keseluruhannya.
Di antara nikmat atas manusia yang amat menakjubkan adalah nikmat lupa.
Kalau bukan karena lupa, manusia tidak dapat melupakan sesuatu pun, penyesalan tidak akan pernah terputus dari batinnya, musibah yang pernah dialaminya terus menggelayuti pikirannya, kesedihan tidak akan pernah hilang, kedengkian tidak pernah lenyap, dan dia tidak dapat menikmati barang-barang duniawi karena selalu ingat pada berbagai kotoran yang menjijikkan. Dia tidak dapat mengharapkan kelengahan musuh, atau pembalasan terhadap orang yang dengki.
Perhatikan betapa besar karunia Allah SWT di dalam ingat dan lupa. Meski berbeda dan kontradiktif, masing-masing punya faedah khusus.
HIKMAH MENANGIS
Pernahkah terfikirkan hikmah dan manfaat apa dibalik tangisan bayi dan anak anak?
Para tabib menyatakan bahwa di otak anak bayi ada kelembaban yang seandainya berdiam di sana akan berakibat fatal. Tangisan mereka mengalirkannya keluar dari otak sehingga otak jadi kuat dan sehat. Selain itu, tangisan tersebut melebarkan saluran pernafasannya, membuka dan memperkuat urat syaraf.
Betapa banyak manfaat dan maslahat bagi anak kecil dari tangisan dan jeritannya yang kamu dengar. Apabila hikmah ini terkandung dalam tangisan yang sebabnya adalah adanya rasa sakit sedang kamu tidak mengetahuinya dan hampir tidak terdetik di dalam benakmu, maka demikian pula sakitnya anak-anak.
Sebab dan akibat sakit itu mengandung hikmah,
Hikmah ini tidak diketahui oleh kebanyakan manusia.
Karena, sakit, faktor-faktor penyebabnya, dan akibatnya adalah sebagian dari unsur-unsur perkembangan manusia yang tidak dapat dihindari. Seperti panas, dingin, lapar, haus, lelah, sedih, dan lemah.
Bukankah tidak perlu ada pertanyaan tentang hikmah kita perlu makan ketika lapar atau ingin minum saat haus dan tidur juga istirahat saat lelah? Jadi, sakit adalah unsur penting dalam perkembangan yang tidak terpisah dari diri manusia atau hewan. Kalau tidak mengalaminya, berarti bukan manusia, melainkan malaikat, atau makhluk lain.
Sakitnya anak-anak bayi itu tidak lebih berat dari sakitnya orang-orang yang sudah baligh. Akan tetapi, karena mereka sudah biasa mengalaminya, rasanya jadi ringan.
Jika anak bayi lapar, haus, kedinginan, atau kelelahan, dia telah diberi jatah sakit tersendiri yang tidak dijatuhkan kepada orang yang sudah dewasa. Sakitnya bayi dari berbagai jenis penyakit sama saja dengan penderitaannya akibat lapar, haus, panas, dan dingin. Manusia atau bahkan hewan tidak diciptakan melainkan dengan perkembangan seperti ini.
HIKMAH SAKIT
Dunia ini negeri ujian dan cobaan.
Allah SWT menciptakan manusia dari bahan yang lemah sehingga mudah mengalami cacat dan gampang menderita sakit. Dia menciptakan empat macam cairan pada tubuh yang hidupnya tergantung kepadanya. Dan, itu pasti menyebabkan terjadinya percampuran atau reaksi antar cairan-cairan itu. Mereka akan mengalahkan yang lain, kadang dengan kualitasnya, atau dengan kuantitasnya, atau kadang juga dengan kualitas dan kuantitas yang dimilikinya. Hal itu secara pasti menyebabkan timbulnya sakit.
Kemudian, Allah SWT memberinya kekuatan, syahwat, dan kehendak yang mendorongnya bergerak terus untuk mengambil apa yang bermanfaat baginya dan menolak yang membahayakannya, kadang dengan dirinya sendiri, kadang dengan bantuan orang lain.
Dari sana timbullah pergaulan dan peristiwa saling menganiaya antara mereka, yang menyebabkan terjadinya rasa sakit seperti yang timbul akibat percampuran cairan-cairan di dalam tubuh.
Rasa sakit memang tidak pernah lepas dari percampuran ini, kecuali di negeri akhirat yang kekal, bukan di negeri ujian dan cobaan. Maka, siapa yang menyangka bahwa yang dinamakan hikmah adalah kalau karakteristik negeri akhirat itu diberikan kepada negeri ujian ini, berarti dia salah sangka. Sebaliknya, hikmah yang sempurna dan luar biasa telah menuntut kesehatan di negeri cobaan ini diiringi dengan sakit, ketenteramannya dibarengi dengan keributan, kegembiraan diiringi dengan kesedihan, dan seterusnya. Sebab, dunia ini memang negeri cobaan; kekurangan-kekurangannya dinormalisir dengan sisi-sisi kelebihannya.
Jika Anda perhatikan makan, minum, pakaian, senggama, istirahat, dan hal-hal lain yang lezat, Anda dapati ia menolak sakit yang menjadi lawannya. Bukankah dengan makan Anda menolak rasa sakitnya lapar, dengan minum menolak sakitnya dahaga, dengan pakaian menolak sakitnya panas dan dingin? Demikian seterusnya.
Karena itu ada yang berkata, “Lezatnya semua itu bagi kita tidak lebih dari menolak sakit.” Adapun kelezatan-kelezatan hakiki punya tempat yang lain, disana, bukan di sini.
Jadi adanya sengsara dan bahagia yang bercampur baur itu merupakan salah satu bukti adanya akhirat, dan bahwa hikmah yang menuntut adanya sengsara dan bahagia itu pulalah yang menuntut adanya dua daar (tempat); yaitu (1) daar yang murni berisi kebahagiaan dan kelezatan, tidak tercampuri oleh kesengsaraan, dan (2) daar yang murni untuk kesengsaraan, tidak tercampuri dengan kelezatan sama sekali.
Daar yang pertama adalah surga, sedang yang kedua adalah neraka.
Tidakkah kalian lihat bagaimana perkembangan hidupmu yang berisi dengan kenikmatan dan kesengsaraan itu mengandung bukti akan surga dan neraka?
LAUTAN HIKMAH-NYA PADA KESEMPURNAAN PENCIPTAAN MANUSIA
Lihatlah pada dirimu sendiri bukti-bukti keberadaannya sampai seakan-akan kamu menyaksikannya dengan mata kepala. Dan, lihatlah bagaimana semua eksistensi alam yang kamu lihat dan kamu rasa menjadi bukti hikmahnya Tuhan dan menjadi saksi kebenaran para rasul atas berita yang mereka bawa berkenaan tentang surga dan neraka.
Perhatikanlah bagaimana perenungan terhadap hikmah Allah SWT meng-antarkan akal dan fitrah manusia kepada pengakuan akan kebenaran para rasul dalam berita yang mereka bawa secara terperinci, padahal akal hanya dapat menunjukkannya secara global. Jelas amat sulit dicapai oleh orang yang karena pengaruh ‘kepandaiannya’ mensejajarkan antara kabar yang dibawa oleh para Rasul dan bukti-bukti akal. Akan tetapi, akal-akal itu diperdaya oleh Tuhannya dan diserahkan-Nya kepada dirinya sendiri sehingga mengalami banyak problem.
Sekarang, kembalilah kepada dirimu, renungkanlah perbuatan-perbuatan alami yang diciptakan pada diri manusia beserta hikmah dan manfaatnya serta faktor pendorongnya.
Lapar mendorong seseorang untuk makan, karena makan menjadi gantungan hidup mati manusia.
Rasa kantuk mendorong untuk tidur, karena tidur membuat badan dan organ-organ tubuh rileks, kembali kuat dan segar.
Nafsu birahi mendorong untuk bersetubuh yang merupakan sebab kesinambungan keturunan dan sarana melampiaskan syahwat yang mengandung kenikmatan.
Anda dapati faktor-faktor ini mendorong manusia untuk melakukan hal-hal di atas tanpa dia memilihnya (ikhtiyar). Dan, di sanalah terkandung hikmah. Sebab, seandainya manusia hanya merasakan faktor-faktor pendorong itu jika dia menginginkannya saja, tentu ada saat-saat tertentu di mana dia disibukkan oleh perkara lain, yang akibatnya dia jadi lemah, dan bahkan mengarah kepada kematian, tanpa dia sadari.
Misalnya, apabila badannya memerlukan suatu obat tapi dia tidak mempedulikannya, hingga apabila penyakit itu telah semakin menggerogotinya maka dia mati.
Jadi, hikmah Tuhan Yang Maha Lembut dan Maha Tahu menuntut Dia menciptakan faktor-faktor pendorong (stimulus) pada diri manusia, yang mendorongnya sedemikian rupa melakukan apa yang menjadi penopang hidupnya dan syarat kelangsungan dirinya, di mana faktor-faktor itu mendatanginya tanpa ikhtiyar, tapi muncul begitu saja.
Dia menjadikan tiap-tiap perbuatan ini penggerak dari alam itu sendiri, penggerak yang menggerakkannya ke sana.
Kemudian perhatikan berbagai macam kekuatan yang Dia berikan kepada manusia, yang menjadi penopang kelangsungan hidupnya! Dia memberikan kekuatan penarik dan pembangkit yang meminta dipenuhinya makanan yang diperlukan.
Kekuatan itu mengambil dan mengirimkannya ke organ-organ sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Dia juga memberikan kekuatan ‘pemegang’ yang memegang dan menahan makanan itu sampai dimasak hingga sempurna, dan disiapkan untuk pengiriman, lalu dikirimkan ke organ yang memerlukan. Dia memberikan kekuatan pengunyah yang mengunyah makanan tersebut di lambung. Kemudian Dia memberikan kekuatan pendorong, yaitu yang mendorong sisa-sisa yang tidak berguna, keluar dari badan agar tidak membahayakan tubuh.
Siapa yang memberimu kekuatan ini ketika kamu amat membutuhkannya?
Siapa yang menjadikannya berkhidmat kepadamu? Siapa yang memberinya tugas-tugas yang berbeda dengan tugas yang lain? Siapa yang mengakurkan meski amat berbeda sehingga terkumpul menjadi satu kesatuan diri? Kalau Dia tidak mengakurkan mereka, tentu masing-masing akan saling menyingkirkan yang lain.
Siapa yang mencegah hal itu terjadi?
Kalau tidak ada kekuatan penarik, bagaimana kamu bergerak mencari makanan yang merupakan kebutuhan utama badan?
Kalau tidak ada kekuatan penahan,
bagaimana makanan menjalar di dalam perut sampai menjadi halus di lambung? Seandainya tanpa kekuatan pengunyah, bagaimana makanan dimasak lalu yang bersih disaring untuk dikirimkan ke bagian-bagian badan yang lain?
Kalau tidak ada kekuatan pendorong,
bagaimana sisa makanan yang mematikan—seandainya tersumbat di dalam—keluar sedikit demi sedikit, sehingga badan terasa lega, ringan, dan segar?
Perhatikan bagaimana kekuatan ini amat berguna bagi kamu!
Badan itu seperti istana yang di dalamnya ada para pelayan dan pembantu.
Sang raja menugaskan orang-orang merawat rumah tersebut. Ada yang bertugas memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan perlengkapannya. Ada yang bertugas memegang barang yang datang, menjaga dan menyimpannya sampai selesai disiapkan dan diolah. Ada pula yang bertugas memegangnya, mengolahnya, mengantarkan dan membagikannya ke penghuni rumah sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Ada yang bertugas mengepel rumah, menyapu, dan membersihkannya dari kotoran dan sampah. Sang raja di sini adalah Allah SWT. Istana itu adalah diri Anda. Para pelayan dan pembantu itu adalah organ-organ tubuh. Sedangkan, para petugas di sana adalah kekuatan-kekuatan yang saya sebutkan di atas.
Siapa yang menciptakan kelopak bagi penutup mata?
Siapa yang memasang lapisan-lapisannya yang bertingkat-tingkat sampai mencapai jumlah langit (yakni tujuh), dan menjadikan setiap tingkat punya faedah?
Siapa pula yang membuat lubangnya (mata) di wajah demikian indah, memberinya bentuk paling cantik, meletakkan cairan asin padanya, menjadikannya sebagai cermin hati, penjaga badan, dan juga berfungsi seperti pasukan penjelajah yang meneliti keadaan di depan pasukan?
Dia tidak lelah atau kehabisan tenaga karena banyak dan jauhnya perjalanan.
Siapa yang memberinya cahaya yang memungkinkannya melihat langit, bumi, gunung, matahari, bulan, dan lautan serta keajaiban-keajaiban yang ada di sana? Siapa yang meletakkannya di bagian atas wajah seperti penjaga di atas menara pengintai?
Siapa yang menahan sang raja di dada, mendudukkannya di sana; di atas singgasana kerajaan, menyiagakan tentara organ-organ dan kekuatan-kekuatan lahir batin untuk khidmat kepadanya, menundukkan mereka sehingga menaati perintahnya apabila dia menyuruh dan menghentikan apa yang dilarang oleh sang raja tersebut?
Mereka tunduk dan patuh kepadanya, membanting tulang untuk keridhaannya.
Mereka tidak dapat lepas atau membangkang perintahnya. Di antara mereka ada yang menjadi utusannya, tukang posnya, juru bicaranya, ada pula yang jadi pembantu-pembantunya. Masing-masing punya tugas sendiri-sendiri, tidak melakukan tugas lain. Hingga apabila sang raja ingin istirahat, ia memerintahkan mereka untuk diam dan tenang agar ia dapat istirahat. Jika ia telah bangun dari tidurnya, tentara-tentara itu bangkit di hadapannya, siap menunaikan tugas masing-masing, bersedia pergi ke mana sang raja memerintah, terus menerus, tidak mengendur.
Jika Anda menyaksikannya di tempat kekuasaannya saat ia mengeluarkan instruksi-instruksi, bala tentara berkhidmat kepadanya, tukang posnya bolak-balik antara dia, tentara, dan rakyatnya, tentu Anda lihat dia punya sesuatu yang menakjubkan.
Kemudian perhatikan suara yang keluar dari tenggorokan ini!
Perhatikan penyiapan alat-alatnya, keteraturan ucapannya, huruf-hurufnya, makhrajnya, sarana-sarananya, dan iramanya!
Anda mendapati hikmah yang luar biasa dalam udara ringan yang keluar dari perut, menelusuri pipa tenggorokan, lalu sampai pada ujung tenggorokan, lidah, bibir, dan gigi, sehingga menimbulkan ketukan-ketukan dan irama, yang dengan itu terdengarlah huruf. Ia cuma satu suara yang sederhana, mengalir melalui satu pipa, hingga sampai pada batas-batas di atas.
Dari sana, terdengar dua puluh sembilan huruf.
Semua ucapan tidak keluar dari 29 huruf itu; baik perintah, larangan, pernyataan, pertanyaan, puisi, prosa, khutbah, nasihat, maupun obrolan biasa.
Dari aneka ragam ucapan itu ada yang berbentuk humor (membuat tertawa), ada yang membuat menangis; ada yang menyemangati, ada pula yang membuat putus asa; ada yang menakut-nakuti, ada yang memberi harapan; ada yang menghibur, ada yang membuat sedih; ada yang mengekang jiwa dan organ tubuh, ada yang sebaliknya membuatnya bebas; ada yang membuat orang sehat jadi sakit, dan sebaliknya ada yang menyembuhkan orang yang sakit; ada yang menghilangkan nikmat-nikmat dan mendatangkan bencana, ada yang sebaliknya menolak bencana dan mendatangkan rezeki; ada kalimat yang dapat menarik hati, mengakurkan orang-orang yang bermusuhan, ada yang sebaliknya; ada kata-kata yang dianggap remeh ketika mengucapkannya padahal bisa menyebabkan dia tersungkur ke neraka lebih jauh dari jarak antara timur dan barat.
Ada juga kata-kata yang tidak diperhatikan oleh pengucapnya, padahal ucapannya itu bisa menyebabkan dia menduduki tempat tertinggi di sisi Tuhan semesta alam. Maha Suci Allah yang telah menciptakan semua itu dari udara ringan yang keluar dari dada melalui tenggorokan..
Siapa yang menciptakan dua saluran di tenggorokan,
yang salah satunya untuk suara dan nafas yang bersambung sampai ke paru-paru, sementara yang lain untuk makanan dan minuman, yaitu kerongkongan yang bersambung ke lambung? Dia meletakkan pemisah antara kedua saluran itu, yang menghalangi masing-masing— menyeberangi lewat saluran yang lain. Kalau makanan mencapai paru-paru melalui saluran nafas, hewan akan mati.
Siapa yang menjadikan paru-paru sebagai kipas untuk jantung,
mengipasinya tanpa mengendur, agar kepanasan sehingga dia mati? Siapa yang mengadakan saluran-saluran untuk sisa-sisa makanan, dan melengkapinya dengan tali-tali yang mengekangnya agar tidak mengalir keluar terus menerus sehingga mengganggu kehidupan manusia dan menghalangi manusia bercengkrama dengan temannya?
Siapa yang menjadikan lambung terbuat dari otot yang sangat kuat, karena dia disiapkan untuk memasak makanan? Kalau lambung itu terbuat dari daging segar, tentu dia sendiri yang akan masak. Karenanya, lambung dibuat dari otot yang kuat agar tahan untuk memasak dan tidak leleh oleh api di bawahnya. Siapa yang menjadikan hati lembut dan halus karena dia disiapkan untuk menerima makanan yang halus dan lembut, dan disiapkan untuk melakukan aktivitas yang lebih lembut dari pekerjaan lambung?
Siapa yang melindungi otak yang lembut dan lunak itu di dalam pipa-pipa keras dari tulang sehingga tidak rusak dan tidak leleh? Siapa yang menjadikan darah yang cair itu tertahan dan terkurung di dalam urat-urat, seperti air di dalam wadah, agar terkendali dan tidak mengalir ke mana-mana?
Siapa yang meletakkan kuku-kuku di ujung jari-jemari untuk melindunginya ketika melakukan pekerjaan-pekerjaan?
Siapa yang menjadikan bagian dalam telinga itu rata seperti keadaan planet agar suara merambat di dalamnya sampai tiba di bagian paling dalam dengan keadaan tidak begitu pedas, dan agar serangga-serangga tidak dapat menembus ke sana sebelum ditahannya, juga agar mencegah masuknya kotoran yang mungkin menyumpal, serta untuk hikmah-hikmah lainnya?
Siapa yang menjadikan daging pada kedua belah paha dan pinggul lebih banyak daripada yang ada pada bagian tubuh lainnya untuk menjaganya dari tanah, sehingga tulang-tulang paha dan pinggul itu tidak sakit karena terlalu lama duduk, seperti sakitnya orang kurus tak berdaging akibat duduk terlalu lama—karena tidak ada yang mengalasinya ketika sedang duduk di tanah?
Siapa yang menjadikan air mata terasa asin yang mencegah mata mencair, sementara air telinga pahit yang melindunginya dari lalat, nyamuk, dan serangga; sedang air mulut (liur) tawar untuk merasakan rasa benda-benda yang sebenarnya?
Siapa yang menjadikan pintu pembuangan kotoran pada manusia berada pada tempat paling tertutup, sebagaimana insinyur yang bijak akan meletakkan tempat buang hajat di bagian paling tertutup dan perlu dipendekkan?
Kalau saja Dia memberinya indera (rasa), manusia akan merasa sakit ketika memendekkannya. Jika bulu dan kuku itu dapat merasa, tentu manusia akan mengalami salah satu dari dua problem: membiarkannya panjang dan jelek, atau menanggung sakit ketika mencabut dan memotongnya.
Siapa yang menjadikan telapak tangan tidak ditumbuhi bulu atau rambut; sebab kalau berbulu, manusia tidak dapat merasakan sentuhan terhadap benda dengan benar, dan tentu banyak pekerjaan yang akhirnya jadi sulit dilaksanakan, khususnya pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan dengan telapak tangan?
Karena hikmah inilah, maka bulu itu tidak tumbuh di bibir, dan dalam mulut, juga tidak tumbuh di telapak kaki bagian bawah maupun atasnya, sebab telapak kaki menyentuh debu, kotoran, lumpur, dan duri. Kalau di sana ada rambut atau bulu pasti sangat mengganggu, dan setiap waktu akan membawa tanah yang memberatkan manusia.
ASISTEN INDRA
Sungguh menakjubkan,
Jika kita perhatikan, Indera-indera diatas dibantu dengan makhluk-makhluk lain yang terpisah yang berfungsi sebagai mediator. Indera penglihatan dibantu dengan cahaya. Tanpanya orang tidak dapat memanfaatkan indera penglihatannya. Kalau tidak ada cahaya, mata tidak ada gunanya.
Indera pendengaran dibantu dengan udara yang membawa suara-suara di angkasa, kemudian membenturkannya ke telinga. Telinga menangkapnya, lalu mengantarkan ke indera pendengaran. Tanpa udara, seseorang tidak mendengar apa-apa.
Indera penciuman dibantu dengan angin yang membawa aroma. Tanpa dia, hidung tidak mencium apa-apa.
Indera pengecap dibantu dengan air liur yang encer di mulut. Dengannya, lidah mengetahui rasa benda-benda. Oleh karenanya, air liur itu sendiri tidak ada rasanya; tidak manis, asin, masam, atau pedas. Sebab, kalau punya, rasa akan mengubah rasa benda tersebut ke rasa liur dan fungsi air liur jadi hilang.
Indera perasa dibantu dengan potensi yang diletakkan oleh Allah SWT di dalamnya. Dengan potensi tersebut, indera ini dapat merasakan benda-benda; dan ia tidak membutuhkan mediator lain dari luar. Jadi, berbeda dengan indera-indera lainnya, ia dapat merasakan benda-benda tanpa perantara. Indera ini bisa merasakan suatu benda dengan hanya bersentuhan, dan karenanya tidak memerlukan perantara.
Tidakkah Anda lihat bagaimana karya cipta Ilahi bersih dari kesalahan dan mudharat, dan hanya membawa kebenaran serta manfaat?
Hikmah tidak harus seluruhnya diketahui manusia.
Bahkan, yang mereka ketahui tidak sebanding dengan yang tidak mereka ketahui. Kalau diperbandingkan hikmah Allah SWT dalam ciptaan dan syariat-Nya yang diketahui seluruh makhluk dengan hikmah yang tidak mereka ketahui, hal itu seperti setetes air di lautan.
Orang yang berakal dapat menjadikan hikmah yang telah ia ketahui sebagai bukti adanya hikmah yang tidak ia ketahui, dan dia mengetahui hikmah dalam sesuatu yang tidak diketahuinya seperti apa yang diketahui, bahkan bisa jadi lebih besar dan dalam.
Mengapa orang bodoh dan lengah melewatkan keajaiban-keajaiban, ibrah, dan pelajaran yang tidak membutuhkan perjalanan yang panjang untuk mendapatkannya?
Padahal Allah SWT berfirman,
“Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orangyang yakin. Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka, apakah kamu tiada memperhatikan?” (adz-Dzaariyaat: 20-21)
Jadi, alangkah banyak nikmat Allah SWT atas hamba-Nya dalam organ-organ ini, sementara si hamba tidak sadar, apalagi bersyukur.
Seandainya ia kehilangan fungsi salah satu organ itu, tentu dia akan berangan-angan kalau saja bisa mendapatkannya kembali, walaupun dengan imbalan dunia seisinya. Dia hidup di dunia mempergunakan nikmat-nikmat Allah SWT dengan kesehatan dan kekuatan organ tubuhnya, tapi tidak mensyukuri nikmat itu. Sekiranya dia ditawari dunia seisinya, tapi dengan syarat harus kehilangan salah satu fungsi organ itu, pasti dia enggan karena tahu bahwa dia akan rugi dengan pertukaran itu.
Maha benar Allah dengan firman-Nya,
“Sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (Ibrahim: 34)
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dan yang baik-baik, dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (al-lsraa: 70)
Maha suci Allah yang telah mengaruniainya segala kemuliaan:
Akal, ilmu, pandai berbicara, bentuk yang indah dan mulia, perawakan yang sedang, dapat menyerap ilmu-ilmu dengan cara menyelidiki dalil, dapat memiliki akhlak yang mulia seperti berbakti, taat, dan patuh. Alangkah jauh perbedaan keadaan manusia sewaktu masih berbentuk air mani yang tersimpan di dalam rahim, dengan keadaannya sewaktu malaikat memasuki tempatnya di surga Aden.
Tidak ada yang bisa kita ucapkan selain:
“Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.” (al-Mukminuun: 14)
SUBHANALLAH..
Walhamdulillah, wala Ilaaha Illallahu Allahu Akbar!
Keseluruhan materi diatas adalah kutifan kutifan Hikmah dari buku Karya Ibnul Qayim al Jauziyah yang berjudul asli “Miftaah Daar as-Sa’aadah”.
Buku tersebut tebalnya lebih dari 500 halaman, dan saya yakin dari sahabat semua belum membaca semuanya.
Sengaja saya tulis dalam bentuk catatan agar menjadi makanan ringan bagi jiwa jiwa yang mulai lelah dan kehilangan rasa untuk bersyukur dan bertafakur.
Agar semesta ramai bertasbih memuji Nya..
Semoga Allah ta’ala meridhai dan merahmati beliau, meninggikan pahala dari setiap tetes tintanya seperti tetes darah para syuhada. Aamiin..
Alfaqir Ilallah
Nuruddin Al Indunissy