- KERAGUAN DAN JAWABAN SEPUTAR JIN DAN RUQYAH
#1. Bagaimana Ruqyah Dengan Bantuan Jin?
Sudah dipastikan, Kyai atau Habib atau Ustad atau Peruqyah yang memakai khodam dalam pengobatan adalah mereka yang keimanannya kepada Allah lemah atau keimanannya terhadap jin lebih kuat atau tertipu oleh musuh Allah atau rasa percaya dirinya terhadap doa dan rabbnya adalah nol besar.
Lalu apa bedanya anda dengan dukun yang mempekerjakan jin untuk menyakiti dan menjerumuskan umat kedalam kemusyrikan atau bisnis belaka?
“Bekerjasama dengan manusia saja kadang kita tertipu, apalagi bermuamalah dengan jin yang jelas-jelas tidak terlihat”.
Menggunakan tenaga jin artinya meminta tolong kepada jin, mengemis kepada jin karena anda meyakini jin lebih cepat menolong anda jauh sebelum doa anda menembus langit. Itulah inti kesyirikannya, disana ada hati yang mendua atau bahkan hati yang tidak lagi percaya kepada Allah. Jika anda kemudian anda merasa benar dan berkata itu adalah jin islam sehingga anda merasa halal berniaga dengan mereka, maka ketahuilah atau lihatlah sendiri bahwasannya para dukun-dukun penipu umat itupun mengaku dirinya islam namun ingkar terhadap firman Allah dalam surah Al Jin ayat 6 bahwasannyakerjasama dengan jin hanya menambah dosa dan kesalahan.
Tidak ada maslahatnya bekerjasama dengan jin, jin-jin itu punya kesibukan dan saya yakin Allah telah memberikan kesibukan yang cukup untuk menjadikan alam mereka sebagai ladang ibadah buat mereka. Seperti manusia beribadah dialam manusia, adapun manusia yang bekerjasama dengan jin itu dikenal sebagai dukun dan begitupun mungkin jin yang bekerjasama dengan manusia. Mereka adalah dukun-dukun atau tukang sihir dikalangan jin. Jin-jin yang tinggal dalam diri manusia dan menyakiti atau ikut mengatur keberlangsungan kehidupan manusia adalah jin kafir, jin islam munafik atau fasiq atau jin yang tidak berpendidikan atau jin badui atau jin yang terpaksa ataupun jin ahlul bid’ah. Jin seperti ini yang harus didakwahi.
Sekali lagi saya tegaskan kepada yang masih ragu, bahwasannya ketidakyakinan anda terhadap doa anda sendiri adalah cerminan niat/iman/kepercayaan diri/trust anda yang tipis kepada Allah rabbnya ruh dan malaikat.
Bagaimana kalau meruqyah namun dalam tubuh kita diyakini masih ada jin yang dikirim orang lain atau khodam lain yag tidak kita kehendaki ?
Ketika kita meruqyah, memusatkan niat untuk berdoa memohon kesbuhan atas sebuah penyakit dan kita berhasil menyembuhkan atas izin Allah diasana kekuatan jiwa kita mengalahkan ruh jahat dalam diri kita sehingga kita bisa membacakan ayat-ayat syifa!
Pasien yang sedang kena gannguan sihirpum bisa meruqyah, dalam kondisi tertentu. Niatkan untuk menolong dan menyiksa jin dlm tubuh sendiri saat mbacakan ayat-ayat ruqyah. Asal gangguan jin dalam diri sudah dilemahkan dengan rutinitas ruqyah mandiri. Jangan sampai peruqyahnya muntahuntaj dan pasien diam aneh.
Adalah sangat rasional dan amatlah sesuai dgn fitrah bila yang lemah meminta bantuan kepada yg kuat dan yang kekurangan meminta bantuan kepada yg serba kecukupan. Manusia lebih mulia dan lebih tinggi kedudukan daripada jin. Sehingga sangatlah jelek dan tercela bila manusia meminta bantuan kepada jin. Selain itu bila ternyata yg dimintai bantuan adl setan mk secara perlahan setan itu akan menyuruh kepada kemaksiatan dan penyelisihan terhadap agama Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan bahwasa ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki diantara jin. Maka jin-jin itu tidak menambah melainkan dosa dan kesalahan.”
Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata: “Ada sekelompok orang dari kalangan manusia yg menyembah beberapa dari kalangan jin lalu para jin itu masuk Islam. Sementara sekelompok manusia yg menyembah itu tdk mengetahui keislaman mereka tetap menyembah sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala mencela mereka.”
Jin tidak mengetahui perkara yang ghaib dan tidak punya kekuatan untuk memberikan kemudharatan tidak pula mendatangkan kemanfaatan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Maka tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman tdk ada yg menunjukkan kematian itu kepada mereka kecuali rayap yg memakan tongkatnya. mk tatkala ia telah tersungkur tahulah jin itu bahwa kalau mereka mengetahui yg ghaib tentulah mereka tdk tetap dlm siksa yg menghinakan.”
Jin tidak memiliki kemampuan untuk menolak mudharat atau memindahkannya. Jin tidak bisa mentransfer penyakit dari tubuh manusia ke dalam tubuh binatang. Demikian pula manusia tidak punya kemampuan untuk itu. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan tidak ada kekuasaan Iblis terhadap mereka melainkan hanyalah agar Kami dapat membedakan siapa yang beriman kepada ada kehidupan akhirat dari siapa yg ragu-ragu tentang itu. Dan Rabbmu Maha Memelihara segala sesuatu. Katakanlah: ‘Serulah mereka yg kamu anggap selain Allah mereka tdk memiliki seberat zarrahpun di langit dan di bumi. Dan mereka tdk mempunyai suatu sahampun dlm langit dan bumi dan sekali-kali tdk ada di antara mereka yg menjadi pembantu bagi-Nya’.”
#2 Bagaimana hukum membunuh jin?
Inti dari Ruqyah Syariyyah bukanlah membunuhi jin, karena kita tidak pernah tahu kehidupan dan kematian mereka melainkan apa-apa yang telah tertera dalam qur’an dan sunnah. Namun ketika jin yang ternyata menimbulkan anarkisme dalam tubuh itu terbunuh maka itu adalah akibat yang ia terima dari kedzalimannya selama ini.
Rasulullah ﷺ bersabda; “Barangsiapa yang terbunuh karena membela hartanya, maka matinya adalah mati syahid” [fusion_builder_container hundred_percent=”yes” overflow=”visible”][fusion_builder_row][fusion_builder_column type=”1_1″ background_position=”left top” background_color=”” border_size=”” border_color=”” border_style=”solid” spacing=”yes” background_image=”” background_repeat=”no-repeat” padding=”” margin_top=”0px” margin_bottom=”0px” class=”” id=”” animation_type=”” animation_speed=”0.3″ animation_direction=”left” hide_on_mobile=”no” center_content=”no” min_height=”none”][1]
Kita bisa menyimpulkan, jika mati membela harta itu mati syahid maka artinya kita harus memerangi orang yang merampas harta kita hingga terbunuh atau membunuh jika itu perlu bukan?
Apakah harga diri, kesehatan dan pelecehan akidah itu tidak lebih mahal daripada harta? Membunuh jin, baik jin kafir atau jin muslim halal jika telah diketahui kedzalimannya dan sebaiknya diperingatkan terlebih dahulu dengan firman Allah mengenai hukum-hukum-Nya.
#3. Benarkah jin bisa dibunuh, dibakar, disembelih?
Dari Abu Thufail RA, beliau bercerita; ”Ketika Rasulullah ﷺ menaklukkan kota Makkah, beliau mengutus Khalid bin Walid ke daerah Nakhlah, tempat keberadaan berhala ‘Uzza.. Akhirnya Khalid mendatangi ‘Uzza, dan ternyata ‘Uzza adalah 3 Pohon Samurah dan Khalid pun menebang ketiga buah pohon yang terletak di dalam sebuah rumah tersebut. Dan Khalid pun menghancurkan bangunan rumah tersebut. Setelah itu Khalid bin Walid menghadap Rasulullah ﷺ dan melaporkan apa yang telah dia kerjakan… Rasulullah bersabda; ‘Kembalilah karena engkau belum berbuat apa-apa…!?” Akhirnya ia kembali. Tatkala para juru kunci ‘Uzza melihat kedatangan Khalid bin Walid, mereka menatap ke arah gunung yang ada di dekat lokasi sambil berteriak, ”Wahai ‘Uzza…!!! Wahai ‘Uzza….!”. Khalid bin Walid ra akhirnya mendatangi puncak gunung, ternyata ‘Uzza itu berbentuk perempuan telanjang yang mengurai rambutnya. Saat itu dia sedang menuangkan debu ke atas kepalanya dgn menggunakan kedua telapak tangannya. Khalid bin Walid pun menyabetkan pedang ke arah jin perempuan ‘Uzza sehingga berhasil membunuhnya. Setelah itu Khalid kembali menemui Rasulullah dan melaporkan apa yang telah ia kerjakan. Rasulullah ﷺ bersabda, ”Ya, itulah ‘Uzza yg sebenarnya…!!” [2]
Anda bertanya tentang hakikat jin, tentang sesuatu yang tidak mungkin kita lihat karena AlQur’an telah menegaskan-Nya bahwa: “Sesungguhnya ia (iblis) dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka”. (QS Al-A’raf 27).
Jika tidak bisa dilihat, apakah bisa dibakar?
Istilah membakar, membunuh, menyembelih dan lain-lain yang diciptakan peruqyah adalah hakikat yang berdasarkan pengalaman yang mereka temui. Misalnya ketika peruqyah membacakan surah Al Ankabut ayat 57, tiba-tiba jin itu teriak seperti sekarat dan kemudian pasien sadar lalu gangguan itu hilang. Lalu jin lain datang mengabarkan (melalui mulut pasien) bahwa temannya mati. Begitu pula dengan peristiwa terbakar dan disembelihnya jin.
#4. Tidakkah hal ini bid’ah atau mengada-ada?
Beda antara mengembangkan dengan menciptakan hal baru. Semisal Rasulullah ﷺ yang menyatakan bahwa syaitan itu berlarian dalam darah atau seperti berjalannya darah di nadi maka kita melakukan tehnik menekan dengan telapak tangan lalu kita mengembangkannya dengan melakukan penekanan disekitar urat nadi leher dengan telapak tangan dengan tujuan menyembelihnya.
Rasulullah ﷺ hanya berkata “Ukhruj ya Aduwallah!” atau artinya “Keluarlah wahai musuh Allah” dengan satu pukulan dan jin keluar atau hancur lalu sembuh namun kita sebagai hamba Allah yang tidak satu tingkatan level iman-nya dengan Rasulullah ﷺ tentu tidak dengan serta merta melakukan hal yang sama terus semua tuntas. Kadang saya menghabiskan waktu sampai 5 hingga 7 jam menangani satu pasien, bahkan saya menemukan peruqyah melakukan therapi hingga 15 jam estafet. Kadang juga hanya beberapa menit tergantung ikhtiar dan kehendak Allah dalam mengabulkan do’a.
Dalam perjalanan panjang ini kami menemukan tehnik baru. Kadang tidak sengaja dan kemudian kami menebarkannya bagi ummat yang mungkin membutuhkan tehnik itu, semisal jin yang berteriak kepanasan saat membacakan ayat tertentu lalu kami memakai ayat itu dan menamainya ayat pembakar.
Tentu saja ini pegembangan bukan menciptakan hal baru, karena Allah mengaskan bahwa Al Quran itu obat dan kami memperdalamnya; bagian manakah dari al Qur’an itu yang menjadi obat selain ayat yanng Rasulullah bacakan. Karena pada intinya kita sedang berikhtiar bagaimana caranya agar sihir dan jin itu hilang, baik itu dengan mendakwahinya, berdialog, atau membunuhnya jika tidak mau keluar.
#5. Apakah sakit itu selamanya disebabkan oleh Jin?
Ada beberapa penyakit yang tidak bisa ditangani team medis dan ada juga penyakit yang tidak bisa ditangani peruqyah. Dokter memiliki profesionalitas yang telah diasah, begitupun peruqyah yang proffessional. Jadi masing masing kita bisa berikhtiar untuk sebuah kesembuhan sebagai bentuk do’a yang aktif. Boleh memakai herbal, bekam, obat atau Al Qur’an karena hal ini telah dicontohkan.
Untuk beberapa penyakit yang tidak bisa disembuhkan dokter, obat, herbal, bekam, pijat refleksi, bahkan operasi? Atau semisal sembuh namun terjadi lagi dalam jangka yang bertahun-tahun? Inilah bagian peruqyah, karena didalamnya ada keterlibatan sihir. Al Qur’an bekerja menyembuhkan dari akarnya, dan sihir tidak akan musnah total sehingga manusia kembali bertauhid.
Dewasa ini banyak ditemukan penyakit yang dikira medis dan ternyata sihir, semisal lambung, jantung koroner, pengapuran, bahkan hingga kebutaan. Bagaimana hal ini terjadi? Jawabannya sederhana; “Karena sihir masuk ke otak dan mengendalikannya, sedangkan otak adalah pusat pengendali semua organ. Jadi mungkin sihir bisa merusak organ dengan mengendalikannya dari pusat”.
#6. Apakah sihir dan kesurupan itu ada?
Hanya orang sombong terhadap Al Qur’an yang mengingkari sihir.. Dalam surah Al Baqarah 125, sangat jelas Allah berfirman; “Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran gangguan kegilaan yang ditimbulkan syaitan…” (terjemah Ibn Katsir).
Ada sebuah Riwayat dari Abdullah bin Mas’ud ra[3], bahwa apabila Rasulullah ﷺ shalat ia berdo’a; “Allahumma ini a’udzubika minassayyitonirraziim wa Hamzihi wa Nufhihi wa Nafasihi”. Beliau menerangkan bahwa Hamz berarti Al-Mautah yang berarti gangguan yang membuatkan tidak sadarkan diri atau kesurupan, demikian juga Ibn Katsir (dalam kitab Al-Bidayah wan Nihayah(/61) menerangkan hal yang sama. Artinya Rasulullah ﷺ membenarkan peristiwa “kesurupan” seperti penafsiran “kesurupan” dalam surah Al Baqarah ayat 275.
#7. Bolehkan memukul saat meruqyah?
Meniup, Menepuk, Memijit, Mengusap, Memukul itu ada dalah hadits atau dicontohkan Rasulullah ﷺ saat mengobati sihir. Saya menemukan lebih dari 15 hadits tentang cara pengobatan Rasulullah melalui ruqyah ini, bahkan dalam sebuah riwayat yang dikisahkan Imam Al Hakim dan At Thabrani dari Ummu Abban dikatakan bahwa Rasulullah memukul punggung wanita yang kesurupan jin itu hingga dua ketiaknya terlihat putih. Artinya pukulan yang keras!
Begitupun dengan tiupan, pijatan, usapan dan semua tehnik yang kami kembangkan di Quranic Healing itu ada dalilnya. Mau sakit gila 10 tahun atau satu menit dengan pukulan? Pilih saja, dan Rasulullah tidak akan mencontohkan jika hal itu tidak benar dan mengandung manfaat.
#8. Bukankah kita diajarkan sabar dan tawakal ketika sakit?
Benar, bahkan Rasulullah ﷺ mengabarkan syurga kepada seorang wanita kulit hitam yang datang kepadanya mengeluh tentang sakit ayan yang dideritanya. Wanita muslimah itu mengadu bukan sakitnya, namun tentang kekhawatirannya bahwa manusia dan jin bisa melihat auratnya saat ia ayan.
Dan Rasulullah ﷺ menawarkan “Kesembuhan” atau “Kesabaran”, maka wanita itu memilih kesabaran dan Rasulullah mendokan agar Allah menjaga aurat wanita itu saat kesurupan. Bukan mendo’akan untuk kesembuhan. Dan seperti diriwayatkan Atha’ bin Rabbah dari Abdullah bin Abbas, wanita itu termasyur sebagai muslimah yang dijaminkan syurga oleh Rasulullah.
Nah, tawakal seperti apakah kita?
Bukankah seorang awam lebih sering mengeluh bahkan hingga melakukan dosa besar seperti putus asa dari rahmat Allah ketika sakit bertahun-tahun, bahkan tidak jarang malah pergi ke dukun dan terjebak lembah kemusyrikan yang membahayakan dunia akhirat?
Kadar keimanan setiap orang itu berbeda-beda. Ruqyah ini menuntaskan sihir untuk menjaga saudara-saudari kita yang belum kokoh ketauhidannya hingga ia terserang sihir jin. Dan kita yang diberi kemampuan oleh Allah untuk meruqyah itu adalah amanah untuk dijalankan, dan tentu saja ini wajib karena ilmu itu harus diamalkan.
Demi Allah saya heran ada bebrapa fikrah islam yang saya kenal baik menolak ruqyah dengan minimnya pengetahuan yang ia ketahui tentangnya. Dia berdiam diri dan mencela para peruqyah yang sedang berjuang menebarkan sunnah ini dari sofa ditengah-tengah keluarga tercintanya atau bersenda gurau bersama santri dan mutarobinya. Allahuakbar!
#9. Bukankah minta diruqyah itu tidak boleh?
Harusnya jawaban ini dutulis dalam satu tulisan utuh, semoga nanti ada waktu yang cukup. Hal ini telah dibahas banyak ulama, dan saya sedikit menyuguhkan kesimpulan dari pembahasan Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullahu ta’ala.
Hadits tentang itu sahih, namun, kita manusia yang telah dianugerahi akal untuk berfikir dan hati untuk menilai bukahkah tidak seharusnya cepat menyimpulkan tanpa pengetahuan yang cukup?
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz menyebutkan ciri-ciri yang masuk syurga tanpa hisab itu adalah: Mereka itu adalah orang-orang yang berjihad menundukkan hawa nafsu mereka dan istiqomah di atas agama Allah. Mereka senantiasa menunaikan kewajiban dimana pun berada. Demikian juga, mereka senantiasa meninggalkan keharaman dan berlomba-lomba menggapai kebaikan.
Di antara ciri mereka adalah tidak meminta diruqyah, tidak meminta disembuhkan dengan kay/disundut besi panas, dan tidak beranggapan sial/tathayyur. Tidak minta diruqyah maksudnya adalah dia tidak memohon kepada orang lain untuk meruqyah dirinya. Namun, ini bukan berarti bahwa perkara ini diharamkan. Tidak masalah meminta diruqyah jika memang dibutuhkan.
Akan tetapi, di antara ciri mereka -70 ribu orang yang masuk surga tanpa hisab tadi- meninggalkan hal itu dan mencukupkan diri dengan sebab-sebab yang lain. Mereka tidak meminta orang untuk meruqyah dirinya. Dia tidak berkata, “Wahai fulan, ruqyahlah diriku.” Akan tetapi apabila ada kebutuhan -mendesak- untuk itu tidak mengapa. Hal itu tidak membuat dirinya keluar dari tujuh puluh ribu orang tersebut selama memang benar-benar ada kebutuhan untuk itu. Oleh sebab itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam prnah memerintahkan Aisyah untuk meminta ruqyah pada saat mengalami sakit pada suatu kondisi. Beliau juga memerintahkan Ummu Aitam Ja’far bin Abi Thalib untuk meminta ruqyah untuk mereka, sebagaimana disebutkan dalam hadits yang sahih.
Masalahnya adalah..
JIKA kadar keimanan manusia itu tidak cukup untuk bertawakal dalam jangka bertahun-tahun dengan sihir yang menimpanya, apakah ia tidak lebih butuh untuk minta di ruqyah?
Manusia sombong manakah yang telah meng-klaim dirinya salah satu golongan manusia yang masuk syurga tanpa hisab? Sedangkan umat islam yang hidup diabad ke 14 ini saja lebih dari 5,7 Milyard.. belum lagi ulama terpilih yang hidup sebelum abad ke 14 setelah islam turun?
Apakah siti Aisyah Ra yang hidup semasa Rasulullah dan meriwayatkan ribuan hadits ini tidak termasuk golongan itu?
Apakah bolak balik kedukun dan mengeluh 7 kali dalam sehari dan kadang menghadapai kondisi bertahun-tahun sulit shalat ini tidak lebih baik diruqyah hingga sembuh dan dapat beribadah dengan leluasa ini lebih buruk daripada minta di ruqyah?
Ini tentang akidah yang lurus, atau tentang bagaimana si peruqyah meluruskan akidah dan pemahamannya terlebih dahulu lalu meruqyahnya. Hingga si pasien paham bahwa kesembuhan itu dari Allah dan bencana itu disebabkan oleh tangannya sendiri.
Demi Allah saya merasa kasihan sama praktisi yang mau belajar ruqyah karena ingin membentengi dirinya dari sihir, mengobati dan menjaga keluarganya serta umat mukminin-mukminat dari sihir kemudian melemah semangatnya karena salah penafsiran tentang hadits ini padahal ada banyak hadits lain yang menceritakan tentang ruqyah serta fakta ilmiyyah tentang kesembuhan yang terjadi.
[1]Mutafaqun Alaiyh, dari Abdullah bin Amr Bin Ash, juga diriwayatkan Imam Abi Daud, Tirmidzi dan Nasa’i
[2](HR. An-Nasai, dalam Sunan al-Kubro no.11547, jilid 6 hal.474, terbitan Darul Kutub Ilmiyyah Beirut, cetakan pertama 1411 H)
[3]Hadits Riwayat Al Hakim, Abu Dawud: (1/206), Tirmidzi (1/153) dan Nasai dari Abu Said Al Khudry.[/fusion_builder_column][/fusion_builder_row][/fusion_builder_container]